Sukuntum Cerpen


Dia berjalan dalam keheningan malam. Tak ada api, hujan, dan angin. Ini malam yang mati; malam ketika lolong anjing tak akan membuat bulu kudukmu berdiri. Ah, kisah tentang malam, tak pernah akan selesai.

Malam, sebuah lagu terdengar. Pengendara dalam badai yang berjalan menantang zaman. Butuh kau segelas anggur atau sekeresek anggur? Tinggal isi kantongmu bukan yang menentukan seleramu? Ah, sudahlah. Jangan terlalu lokal. Bukankah pencerita harus menulis cerita yang menyapa lebih banyak orang? Tapi saya bukan pencerita. Saya hanya harus menorehkan beberapa kata ketika kepala sedang penuh-penuhnya. Kau tempat sampahku! Tentu saja. Ini hanya sekadar memberi rasa berarti pada jari.